Ledia Hanifa Usulkan Tiap Sekolah Perlu Susun Program Pelatihan Pengasuhan untuk Orang Tua
Anggota komisi X DPR RI Ledia Hanifa (tengah), saat mengikuti pertemuan dengan PJ walikota Pekanbaru, kepala dinas pendidikan Pekanbaru, KPAI Pekanbaru serta perwakilan komite sekolah kita Pekanbaru, Kota Pekanbaru, Riau. Foto: Arief/vel
PARLEMENTARIA, Pekanbaru - Anggota komisi X DPR RI Ledia Hanifa mengusulkan setiap sekolah membuat program pelatihan pengasuhan untuk orang tua. Alasannya, ia menilai karena tidak semua orang tua memiliki pengetahuan yang cukup dalam untuk meredam aksi perundungan. Hal itu mengingat dorongan untuk melakukan aksi perundungan dapat bersumber dari lingkungan terdekat, seperti keluarga. Selain itu juga harus ada penguatan peran guru bimbingan konseling untuk mencegah aksi perundungan di sekolah.
Demikian disampaikan Ledia Hanifa kepada Parlementaria usai mengunjungi SMP N 15 kota Pekanbaru dan pertemuan dengan PJ walikota Pekanbaru, kepala dinas pendidikan Pekanbaru, KPAI Pekanbaru serta perwakilan komite sekolah kita Pekanbaru, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (28/11/2024).
"Tidak ada program soal pengasuhan yang harusnya dimunculkan. Tadi ada beberapa yang diusulkan dari komite sekolah agar membuat program pengasuhan pelatihan untuk orang tua terkait pengasuhan. Karena tidak ada sekolahnya (untuk bisa) jadi orang tua, maka perlu ada ilmu yang selalu berkembang. Kedua, memang harus disiapkan guru Bimbingan Konseling. Ini permintaan saya dari (DPR) periode lalu kepada menteri minta, supaya ada perubahan tata kelola pelayanan pendidikan sekolah di tingkat sekolah dasar, lalu di tingkat SD ada guru BK setidaknya antisipasi itu bisa jalan dengan baik,” ujar Ledia.
“Karena tidak ada sekolahnya (untuk bisa) jadi orang tua, maka perlu ada ilmu yang selalu berkembang”
Di sisi lain, Ledia juga mengungkapkan aksi perundungan banyak terjadi di tingkat pendidikan sekolah dasar. Oleh karenanya, penanganan perundungan di sekolah perlu keterlibatan pihak orang tua maupun guru. Karena kerap kali faktor pendorong aksi perundungan berasal dari konten yang tersebar dari internet.
Lebih lanjut, Ledia menerangkan bahwa perlindungan khusus bagi korban perundungan telah diatur dalam UU Nomor 35 tahun 2014, namun di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan tentang kewajiban siswa untuk menghormati guru dan orang tua.
"Bila merujuk peraturan yang ada maka setiap kasus perundungan tidak serta merta harus diserahkan pada aparat penegak hukum. Artinya, pihak sekolah dan orang tua perlu mengedepankan mediasi dalam menyelesaikan masalah perundungan." pungkas Ledia Hanifa. (afr/rdn)